PENTINGNYA BERTASAWUF
Oleh : Ahmad Zain
Imam Sayyid Ahmad Rifa'ie berkata :
Agama ini adalah mengumpulkan/mencakup, batinnya adalah intisari dari dhohirnya, dan dhohirnya adalah kondisi daripada batinnya, jikalau tidak ada dhohir maka tidak ada batin, jika tidak ada dhohir maka tidak ada dan tidaklah sah, hati tidak akan ada kecuali bersemayam pada jasad, bahkan jika tidak ada jasad,hati akan rusak, dan hati adalah cahaya daripada jasad.
Ilmu tasawuf ini sebagian menamakan dengan ilmu batin, atau ilmu yang merestorasi hati.
Ketika dirimu berniat baik, membersihkan hati kemudian membunuh, mencuri, berzina, memakan harta riba, minum khamar, berbohong, takabur, maka apakah masih berfaedah niat dan penyucian jiwamu ??!!
Ketika dirimu beribadah kepada Allah, menjaga diri dari maksiat, tawadlu', sedangkan niatmu adalah riya' dan ingin merusak, masihkah berfaedah amalanmu ?!!!
Adakah dalil Syara' yang tidak memerintahkan beramal ?!
Adakah dalil Syara' yang tidak memerintahkan untuk membersihkan hati ?!.
[1] Al Burhanul Muayyad. 12
Sesungguhnya Syariat memerintahkan seseorang yang sudah mukallaf dengan dua bagian.
Bagian yang berhubungan dengan dhohir, dan satu bagian lagi berhubungan dengan batin.
Bagian dhohir terbagi menjadi dua, perintah dan larangan, perintah semisal shalat, puasa, zakat, hajji dll.
Adapun larangan semisal berzina, mencuri, minum khamar,dll.
Demikian juga bagian batin/hati juga terbagi dua, perintah dan larangan.
Perintah semisal iman kepada Allah, malaikat, kitab suci, hari akhir, dan juga seperti ikhlas, tawakkal, khusyu' , berkata jujur, sabar dll.
Larangan seperti kufur, hasud, riya', dengki, dendam, dll.
Bagian yang kedua inilah dimana kita harus bersandar , karena sesungguhnya setiap pekerjaan harus dilandasi dengan niat ikhlas untuk Allah SWT .
Allah SWT menyertakan amalan dhahir dengan selamatnya amalan batin, karena sesungguhnya kerusakan batin akan merusak amal dhahir. Sebagaimana Dia berfirman :
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun“.
(QS : Al Kahfi [18] : 110).
Karena demikian Al Musthafa SAW membimbing para sahabatnya untuk memperbaiki keadaan hati, dan seseorang tergantung dari kebaikan dan kebersihan hatinya dari setiap kotoran yang menimpa, beliau bersabda :
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati". [2] Shakhih Bukhari.52.
Sesungguhnya pokok dari setiap amalan pada hari kiamat adalah hati yang selamat, seperti yang telah dikabarkan oleh Allah subhanahu wataala :
يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم
Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Qs. Asy-Syu’ara’: 88-89)
Dan juga seperti yang telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwasanya tempat melihatnya Allah adalah hati,bukan yang lain beliau bersabda :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian."
[3] Sakhih Muslim.4651.
Nabi Muhammad pun tidak memisahkan antara amalan dhahir dan batin, beliau selalu memperbaiki kedua-duanya, senantiasa beristighfar meskipun diampuni dosanya, dan senantiasa solat malam hingga kakinya bengkak meski dijamin surga.
Berkata Imam Jalaluddin al Suyuti ; Adapun ilmu hati, dan cara mengetahui penyakit-penyakit hati dari hasud, pamer, riya', dan sebagainya, berkata Imam Ghazali; sesungguhnya ilmu itu adalah fardlu ain.
[4] Al Ashbah wa al Nadzoir. 504.
Pemurnian hati dan cara mengobatinya termasuk hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal itu telah dijelaskan dalam al-Qur'an,al-Sunnah dan juga perkataan para Ulama'.
Pentingnya Bertasawuf dalam penjelasan al Qur'an.
Allah SWT memerintahkan hambanya untuk beribadah baik ucapan atau perbuatan murni untukNya, jauh dari sifat riya', dalam firmannya :
وماامروا الا ليعبدوا الله مخلصين له الدين
Dan mengharamkan setiap perkara yang jelek
قل انما حرم ربي الفواحش ماظهر وما بطن.
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang dhahir ataupun yang batin.
ولا تقربوا الفواحش ما ظهر وما بطن.
Pentingnya Tasawuf dalam Tinjauan Hadist.
Hadist yang menerangkan tentang larangan dendam, takabur, riya', hasud sangat banyak sekali, diantaranya adalah :
لا تحاسدوا ولاتناجشوا ولا تباغضوا ولاتدابروا ولايبع بعضكم علي بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولايخلده ولايحقره التقوى ها هنا ويشير الي صدره ثلاث مرات بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم كل المسلم علي المسلم حرام دمه وماله وعرضه.
Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling bersaing harga, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling bermusuhan, dan janganlah sebagian kalian menjual dan menawar di atasa penjualan sebagian lainnya. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim itu saudara muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh menghinakannya, dan tidak boleh meremehkannya. Ketakwaan itu ada di sini, beliau menunjuk ke arah dadanya sebanyak tiga kali. Cukuplah keburukan seseorang jika ia meremehkan saudaranya yang muslim setiap orang muslim bagi muslim lainnya itu haram darahnya, harta bendanya dan kehormatannya. [5] Sakhih Bukhari.5718.
Sabda beliau SAW :
إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان الا ماكان خالصاً وابتغي به وجهه
Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali ikhlas dan hanya mengharap kepada Nya. [6] riwayat dari Tirmidzi dalam kitab Fadhailul Jihad,23.
Demikian juha pada hadist yang lain yang menerangkan tentang menghias diri dengan akhlakul karimah dan bermualah dengan baik, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ الرجل ليبلغ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ القَائِمِ
“Sesungguhnya seorang dengan akhlaqnya yang mulia bisa meraih derajat orang yang senantiasa berpuasa sunnah dan senantiasa shalat malam.”
[6] Musnad Ahmad,9/76.
Bersabda beliau SAW :
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “
Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik. [7] Turmudzi,1988.
Pentingnya Tasawuf dalam Tinjauan Ulama'.
Ulama' bersepakat bahwasanya penyakit-penyakit hati adalah termasuk dosa besar yang membutuhkan taubat tersendiri, karena sesungguhnya penyakit hati bisa merusak amalan seseorang sekalipun amal tersebut banyak dilakukan.
Berkata al Faqih al Alamah al Kabir ibnu Abidin : Sesungguhnya ilmu ikhlas, ilmu cara mengetahui penyakit hati semisal ujub, riya', hasud,takabur, pelit, menipu, marah, saling bermusuhan, benci, tama', bakhil, angkuh, sombong, khianat, panjang angan-angan dan lain sebagainya seperti yang diterangkan dalam Rubu' al- Mukhlikat Ikhya' Ulumuddin, dan seseorang tidaklah terlepas dari gangguan semacam ini maka hukum mempelajarinya adalah fardlu ain, dan tidak mungkin menghilangkan penyakit hati kecuali dengan mengetahui batasan, sebab, tanda dan cara untuk mengobatinya, karena sesungguhnya seseorang yang tidak mengetahui kejelekan khawatir terjatuh kedalamnya.
[7] Hasyiah Ibnu Abidien al-Musamma Raddu al-Muhtar, ala al-Duri al-Mukhtar, Syarah Tanwirul Abshar, 1/31.
Dan terlebih Tasawuf adalah ilmu yang khusus mengobati penyakit hati dan pembersihan jiwa.
Berkata Sahibu Muraqi al-Falah al-Allamah al-Syaranbalali : Tidaklah bermanfaat bersihnya dhahir kecuali disertai dengan bersihnya batin, dan dengan hati yang ikhlas jauh dari kecurangan, tipu muslihat, dendam, dengki, hasud, dan menyucikan hati dari selain Allah SWT. [8] Hasyiah al-Tahawi ala Muraqil al-Falah Syarah Nurul Idhah, 70-71.
Benarlah demikian,seperti halnya tidak baik bagi seseorang memakai pakaian yang jelek, lusuh, penuh dengan kotoran dihadapan sesama, demikian juga tidaklah pantas seseorang beribadah sedangkan hatinya penuh noda hitam, penyakit,dan hatinya bergantung dengan syhawat.
Berkata Sohib Hadiatu al-Alaiyah : Telah tampak jelas nash Syariat dan juga ijma' para Ulama' tentang haramnya hasud, mencela sesama, takabur, ujub, riya', munafiq, dan penyakit hati yang lain, bahkan setiap pendengaran, penglihatan, dan apa yang terbesit dalam hati semua itu akan ditanyakan, dan masuk dalam kategori ikhtiyar. [9] Al Hadiatu al-Alaiyah, Alauddin Abidin, 315.
Berkata Sahibu Jauharu al-Tauhid Syekh Ibrahim al-Laqqani :
وأمر بعرف واجتنب نميمة
وغيبة وخصلة ذميمة.
كالعجب والكبر وداء الحسد
وكالمراء والجدال فاعتمد.
Dan perintahlah pada kebaikan, jauhilah adu domba, menggunjing, dan kebiasan-kebiasaan buruk.
Semisal ujub, takabur, hasud, menipu, debat dan berpegang teguhlah pada ini.
Berkata penyarah kitab ini : yang dimaksud kebiasaan buruk adalah kebiasaan buruk yang dilarang oleh syara', adapun Mushannif berkata contoh-contoh kebiasaan buruk adalah mementingkan tentang penyakit hati, karena sesungguhnya memperbaiki dhahir tanpa memperbaiki batin sama halnya dengan memakai pakaian yang bagus sedangkan tubuhnya penuh dengan kotoran. Seperti juga ujub yaitu membangga-banggakan ibadah yang kita lakukan, ilmu yang sudah kita peroleh semua itu hukumnya adalah haram, demikian juga riya', dhalim, melampaui batas, takabur, hasud, debat, dan hipokrit.
[10] Syarhu al-Jauharah lil Bajuri, 120-122.
Dan kibr/ keangkuhan/kesombongan adalah penyakit hati yang cukup dengan ini saja pelakunya pantas untuk masuk ke neraka, bersabda Nabi SAW :
لايدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر
Tidaklah masuk surga seseorang yang dalam hatinya tersimpan secuil kesombongan.
[11] HR. Muslim,263.
Berkata Ibnu Dzkawan didalam masalah pentingnya dan faedah tasawuf :
علم به تصفية البواطن
من كدرات النفس في المواطن
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang berguna untuk membersihkan batin, dari perkara-perkara buruk yang menerpa diri.
Berkata al-Allamah al-Manjuri dalam mengomentari bait ini : Tasawuf adalah sebuah ilmu yang mengetahui cara untuk membersihkan batin dari kotoran-kotoran semisal dendam, hasud, curang, senang di puji, takabur, riya', marah-marah, tama', pelit, mengagungkan orang kaya, meremehkan orang faqir, dengan ilmu tasawuf bisa menyampaikan seorang untuk memutus penyakit hati dan perkara jelek sehingga mengosongkan hati dari selain Allah SWT , dan selalu menghias diri dengan selalu mengingatnya. [11] Al-Nusratu al-Nabawiyah Mustafa Ismail al-Madani ala Hamsyi Syarh al-Ra'iah lil Fasi, 26.
Para pembesar Sufi mendapatkan bagian besar warisan para Nabi dalam menghiasi diri dengan sifat yang sempurna semisal taubah, taqwa, istiqamah, sidiq, ikhlas, tawakkal, ridla, adab, taslim, rasa kasih sayang, dzikir, senantiasa muraqabah. Sehinhga sampai sampai ada yang beryair :
قدرفضوا الاثام والعيوبا
وطهروا الابدان والقلوب.
وبلغوا حقيقة الايمان
وانتهجوا مناهج الاحسان.
Sehingga enggan dosa dan aib mendatangi mereka, karena mereka selalu membersihkan jiwa dhahir batin.
Dan sampailah mereka pada hakikat iman, dan juga mereka berada pada manhaj yang ikhsan. [12] Al-Futuhatu al-Ilahiyah fi Syarhi Mabahitsi al-Asliyah lil alamah Ibnu Ajibah ala Hamisyi Syarhi al-Hikam li Ibni Ajibah,1/105.
Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mementingkan urusan hati demikian juga urusan ibadah maliyah (harta), ibadah badaniah dan sebuah gambaran tentang ilmu yang haqiqiq , amali, yang menyampaikan muslim pada tahap paling sempurnanya iman dan sempurnanya akhlak, ilmu ini tidak melulu hanya membaca, wiridan, atau sekedar ceremonial, akan tetapi ilmu tasawuf adalah Manhaj ilmi, dan amali yang benar lagi sempurna, yang mengubah seseorang untuk menjadi insan sejati.
Sebab kesuksesan ilmu tasawuf adalah menjaga, melestarikan dan mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad SAW.
Berkata Imam Sayid Ahmad al-Rifa'ie : Seorang sufi adalah seorang yang berjalan diatas Sunnah, barang siapa keluar dari batasan sunnah maka ia benar benar keluar dari jalan yang benar. [13] Burhan al-Muaayad, 63.
Telah tampak bagi kita setelah pengungkapan dalil-dalil baik dari Qur'an, Sunnah dan pendapat para Ulama', bahwa sesungguhnya tasawuf adalah ruh islam dan Qalbun Salim (hati yang selamat), bukan sekedar amalan dhahir atau hanya sekedar perbuatan yang tidak memiliki esensi.
Dan karena ketiadaan ruh islam ini (tasawuf), jadilah umat islam merosot dan lemah, oleh karena itu para ulama' al-amilien, al-shadiqien murabbi,mursyid al-arif billah menganjurkan untuk senantiasa mulazamah pada ahli tasawuf supaya terealisasi perintah Allah SWT seperti dalam firmanNya :
اتقواالله وكونوا مع الصادقين
Bertaqwalah kepada Allah, dan adalah kamu bersama orang orang yang benar.
dan supaya mendapat keridlaan Allah, bisa merasakan manisnya hati yang bersih, akhlak yang baik, ma'rifat kepada Allah, dan senantiasa mencintaiNya, selalu berdekatan denganNya, dan juga terus mengingat dengan selalu berdzikir kepadaNya.
Berkata Imam al-Ghazali : Setelah aku mencoba tareqat tasawuf , dan merasakan hasil serta buahnya; masuk kedalam golongan sufi adalah fardlu ain, karena tidaklah seseorang sepi dari aib kecuali para nabi. [14]
Al-Nusratu al-Nabawiyah ala Hamisyi syarhi al-Raiah lil Fasi,26.
Berkata Imam Fudhail bin Iyadl : Tetaplah dirimu pada jalan yang benar, dan jangan engkau meninggalkannya sekalipun sedikit pengikutnya, dan hati-hatilah pada jalan yang salah sekalipun pengikutnya banyak, ketika engkau masih ragu-ragu maka lihatlah kondisi orang sebelummu yang berada pada jalan yang benar, senantiasalah pada jalan mereka, pejamkan matamu dari selain mereka, dan ketika jalanmu sudah benar jangan engkau menoleh kanan kiri, karena menoleh kanan kiri justru malah akan membuatmu celaka. [15] Iqadhul himam fi Syarhi al-Hikam li Ibni Ajibah, 8.
Ketika perjalan bertasawuf terasa sulit bagi jiwa, maka seorang Salik hendaknya melalui dengan azam yang kuat disertai mujahadah, dan memohon pertolongan kepada Allah, agar dijadikan orang yang senantiasa ikhlas dan jauh dari sifat-sifat tercela.
WaAllahul Musta'an.
16- Februari -2016.
Annur II Bululawang Malang.
Referensi :
1. Al Rifaie, Ahmad. 1994. Al-Burhan al-Muayyad.Dar al-Anshari.
2. Ibnu Ajibah. Iqadhul Himam fi Syarhi al-Hikam. Dar al-Fikri.
3. Hasyiah ibnu Abidien. 1987. Dar al-Ikhya al-Turats al-Arabi.
4. Hasyiah al-Tahawi ala Muraqi al-Falah. 1290 H. Mesir, Matba'ah Bulaq.
5. Al-Sakandari, Ibnu Atha', Al-Hikam al-Athoiyah.
6. Al-Tirmidzi. 1408 H. Sunan al-Tirmidzi. Mesir: Dar al-Hadist.
7. Al-Bajuri. 1972. Syarh Jauhar al-Tauhid.
8. Al-Sarnubi, Abdul Majid. 1989. Syarah Hikam al-Athaiyah. Damskus: Dar ibnu al-Katsir.
8. Haqqi, Syekh adnan. Al Shufiah wal Tasawuf.
9. Al Suhrawardi, Abdullah. 1983. Awariful Ma'arif. Dar al-Kitab ak-Arabi.
10. Al as-Qalani, Ibnu Hajar. 1385. Syarah Shahih Bukhari. Mesir : Al Babi al-Halabi.
11. Abidin, Alauddin. 1380 H. Al Hadiatu al-Alaiyah. Damaskus : Dar-al Fikr.