Mekanisme Terbentuknya Alam Semesta
olah bahasa : Nursodik el
Dengan menerobos pandangan kita ke alam semesta, memandangi langit malam yang cerah tampa cahaya bulan, maka akan menimbulkan kesan dan kekaguman kita mengenai luas dan megahnya alam semesta. Langit tampak penuh taburan bintang yang seolah tidak terhitung jumlahnya. Struktur dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan progres persepsi dan rasionalitas manusia tentang itu, memerlukan waktu berabad-abad. Akibatnya, diskripsi pemandangan alam semesta pun beragam.
Rasa keingintahuan manusia sejak dulu sampai sekarang merupakan satu faktor yang melatarbelakangi penggalian teori tentang terbentuknya alam semesta. Barangkat dari itu, maka muncullah berbagai pertanyaan dalam benak manusia. Bagaimanakah alam semesta tidak terbatas tempat kita tinggal ini terbentuk? Bagaimanakah keseimbangan, keselarasan dan keteraturan jagad raya ini berkembang? Bagaimanakah bumi ini menjadi tempat tinggal yang tepat dan berlindung bagi kita manusia? Aneka pertanyaan semacam ini, telah menari perhatian sejak ras manusia bermula. Para ilmuan dan filsuf yang yang mencari jawaban dengan kecerdasan dan akal sehat mereka sampai pada kesimpulan bahwa rancangan dan keteraturan alam semesta merupakan bukti keberadaan pencipta semesta Mahatinggi yang menguasai seluruh jagad raya.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, dalam makalah ini kami berusaha memberikan deskripsi konkret dalam memahami proses terbentuknya alam semesta. Oleh karena itu kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses alam semesta bisa terbentuk dari kaca mata sains ?
2. Bagaimana proses terbentuknya alam semesta dari kaca mata Al-Qur’an ?
1. Pembentukan Alam Semesta Dari Kaca Mata Sains
Kita telah banyak mengenal bahwa terdapat banyak teori yang berkembang mengenai pembentukan alam semesta, seiring dengan perkembangan pemikiran manusia dan kemajuan sains yang menyokongnya. Diantara salah satu teori yang berkembang dan sempat mendapat tanggapan dari masyarakat dunia adalah hipotesis kabut atau teori kondensasi (pengentalan) yang dikemukakan oleh filosof Jerman, Immanuel Kant, pada tahun 1755.[1] Namun, dari sekian banyak teori yang berkembang, teori yang paling terkenal dan sampai saat ini masih dapat dipertangguangjawabkan kebenarannya adalah teori Bigm Bang atau ledakan besar. Teori ini kemudian akan kami diskripsikan dalam makalah kami ini dengan sub tema Pembentukan Alam Semesta Dari Kaca Mata Sains.
Pada dasarnya, fakta tentanng teori Big Bang secara teoritis telah ditemukan sejak awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis, tetapi ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu.[2]
Pada awal terciptanya, alam semesta memiliki ukuran tidak terhingga kecil (menuju nol) namun kerapatan materinya sangat tinggi. Baru setelah 10-43 detik (satu per sepuluh juta triliun triliun triliun detik) dari ledakan situasi jagad raya dapat diakses dengan teori-teori fisika mutakhir. Diperkirakan pada saat itu, temperatur jagad raya mencapai 1032 K atau sepuluh triliun triliun lebih tinggi dari temperatur inti matahari. Peiode yang dimiulai pada saat 0 hingga 10-43 detik dikenal sebagai periode (masa) Planck.
Setelah masa Planck, alam semesta memasuki masa Penggabungan Agung (Grand Unification). Pada masa ini, semua gaya fundamental kecuali gaya grafitasi sama kuatnya.saat itu alam semesta belum berisi apa-apa kecuali sup plasma dengan temperatur lebih dari seratus ribu triliun triliun Kelvin. Periode ini tidak berlangsung lama dan alam semesta mengalami inflasi (pengembangan secara cepat) yang diakhiri dengan pemisahan gaya lemah dan gaya elektromagnetik. Setelah kedua macam gaya tersebut terbedakan, sup plasma panas berubah menjadi sub elektron-quak beserta partikel-partikel pembawa gaya elektrolemah. Partikel-partikel tersebut eksis di alam semesta bersama anti partikel mereka yang jika bergabung akan bertransformasi menjadi radiasi dan sebaliknya radiasi yang ada dapat segera berubah menjadi partikel dan anti-partikel. Seperseratus ribu detik setelah ledakan temperatur alam semesta turun menjadi 10 triliun atau sekitar seribu kali lebih panas dari temperatur pusat matahari. Pada saat ini, sub quark berkondensasi menjadi proton dan netron yang merupakan komponen dasar dari nukleus atau inti atom.
Kurang lebih tiga menit kemudian, temperatur terus menurun menjadi satu milyar Kelvin. Energi kinetik yang dihasilkan temperatur sebesar ini sudah tidak mampu lagi menahan gaya nuklir kuat antara proton dan netron yang selanjutnya bergabung menjadi nucleus-nucleus ringan. Proses ini dinamakan sebagai proses nukleosentesis. Proton dan netron bergabung menjadi nukleus deuterium. Deuterium kemudian menangkap sebuah netron membentuk inti tritium. Selanjutnya tritium bergabung dengan sebuah proton menjadi inti helium. Proses ini terus berlanjut hingga berubah menjadi inti atom Lithium, namun dengan peluang yang semakin kecil. Dengan demikian teori Big Bang meramalkan kelimpahan hidrogen dan helium di dalam alam ini.
Setelah tiga menit pertama berlalu, tidak banyak perubahan yangh terjadi kecuali temperatur terus menurun dan alam semesta semakin besar hingga usia jagad raya mencapai 300.000 tahun. Di usia ini, alam semesta telah menjadi telah mendingin menjadi 3000 Kelvin,m suatu kondisis temperatur yang masih mampu melelehkan sejumlah logam yang pernah kita kenal. Walaupun temperatur ini masih sangat tinggi, energi kinetik yang dimiliki oleh elektron tidak mapu lagi menahan gaya tarik menarik Coulomb antara elektron antara elektron dan nukleus. Elektron kemudian bergabung dengan nukleus membentuk atom sehingga seluruh sup plasma tadi akhirnya berubah menjadi atom-atom. Mulai saat ini radiasi tyidak lagi bertransformasi menjadi partikel dan anti partikel, sehingga dikatakan bahwa alam semesta mulai terlihat transparan oleh radiasi. Radiasi poton selanjutnya dapat bergerak bebas bersama mengembangnya alam semesta. Dengan demukian, radiasi CMB yang teramati oleh ilmuan adalah fosil radiasi yang berasal dari 300.000 tahun setelah terjadi Big Bang.
Dalam beberapa jam setelah Big Bang, pembentukan helium serta elemen-elemen ringan lainnya berhenti. Alam semesta terus berkembang dan mendingin. Namun, beberapa lokasi yang memiliki kerapatan jauh lebih besar di tempat lain,proses pengembangan tersebut agak lambat akibat gaya tarik menarik gravitasi yang relatif lebih besar. Bahkan, di tempat-tempat tertentu di alam semesta proses pengembangan berhenti sama sekali dan elemen-elemen yang ada di tempat itu mulai merapat. Karena gaya gravitasi semakin bertambah, gas-gas hidrogen dan helium mulai berrotasi untuk mengimbangi tarikan gravitasi. Proses ini selanjutnya melahirkan galaksi-galaksi yang berputar dan memeliki berbagai macam bentuk seperti cakram dan elips, bergantung pada kecepatan rotasi serta gaya gravitasinya.
Selanjutnya gas-gas Hidrogen dan Helium dalm galaksi akan pecah menjadi awan-awan yang lebih kecil dan juga mengalami proses kontraksi karena masing-masing mempunyai gaya gravitasi sendiri. Karena atom-atom di dalam awan tersebut saling bertumbukan, tarikan garavitasi menimbulkan tekananan bertambah dan temperatur terus meningkat yang pada akhirnya sanggup untuk menyulut reaksi nuklir fusi. Reaksi ini akan mengubah Hidrogen menjadi Helium dan relatif berlangsung lama karena persediaan hidrogen yang berlimpah dan terjadi keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya ledakan nuklir. Helium kemudian diubah menjadi helium-helium yang lebih berat melaliu proses fusi hingga menjadi Karbon dan Oksigen. Tahapan selanjutnya menghasilkan bintang-bintang di dalam galaksi yang sebagian meledak sambil melemparkan bahan baakar untuk membentuk bintang-bintang generasi baru. Salah stu contoh dari bintang generasi baru ini adalah matahari yang setiap hari kita pandangi. Sebagian kecil dari pecahan-pecahan ledakan yang mengandung element lebih berat tidak lagi sanggup untuk menyalakan reaksi fusi nuklir karena elementnya relatif sudah stabil dan temperaturnya tidak cukup tinggi. Bagian ini, akhirnya membentuk planet-planet yang mengorbit bintang seperti bumi kita yang mengorbit matahari.
Pada saat bumi terbentuk, sekitar lima milyar tahun yang lalu, temperaturnya sangat tinggi dan tidak memiliki atmosfer. Setelah agak lama berubah, temperatur bumi menurun dan atmosfer mulai terbentuk karena adanya emisi gas dari batu-batuan di atas permukaan bumi. Namun, atmosfer pertama ini, bukanlah atmosfer yang dapat mendukung kehidupan seperti saat sekarang ini, karena atmosfer bumi terdiri dari gas-gas beracun seperti Hidrogen Sulfida. Untungnya beberapa makhluk primitif yang ada saat itu membutuhkan gas-gas tersebut untuk bernafas dan menghasilkan Oksigen sebagai gas buangan ke permukaan bumi, sehingga permukaan bumi akhirnya dipenuhi oleh gas Oksigen. Karena gas Oksigen sendiri, merupakan raun bagi makhluk primitif ini, sebagian besar dari mereka akhirnya punah secara alami, sedangkan sebagian lagi dapat menyesuaikan diri dengan mengkonsumsi Oksigen sebagai kebutuhan hidupnya.[3]
Hingga saat ini, kita telah mengenal dan mengetahui bahwa alam semesta senantiasa berkembang. Pengembangan alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa ‘titik tunggal’ ini, yang berisi semua materi alam smesta haruslah memiliki ‘volume nol’, dan ‘kepadatan tidak terhingga’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
2. Pembentukan Alam Semesta Dari Kaca Mata Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar